Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kata-kata Bijak Tentang Pilihan Cinta, Tanah Air & Agama

Jika harus memilih antara Cinta Tanah Air & Agama, anda akan pilih mana?

Mariko, tokoh fiksi dalam novel Shogun karya James Clavell yang saya baca dulu waktu sekolah, ketika dihadapkan pada pilihan sulit dan menyangkut hidup mati antara keyakinan agama barunya (kristen) dengan kesetiaannya sebagai seorang samurai pada majikannya, serta cintanya kepada Blackthorne (protagonis) berkata, "Saya memang kristen, tetapi pertama-tama saya adalah seorang jepang". Mariko mendahulukan kesetiaan pada majikan, dan tanah air daripada agama barunya.

Ucapan indah yang menipu

Pada saat itu saya sampai ternganga-nganga membacanya, merasa jiwa patriotisme terpanggil dengan kalimat sederhana dari si Mariko itu, sangat profound bin mantap jiwa kata-kata bijak nasionalis nya pikir saya. Apalah artinya agama import, jika dibandingkan dengan keluhuran jiwa seorang pahlawan yang berjasa pada tanah air tumpah darah tercinta?

Tapi itu dulu, ketika kalimat-kalimat senada semacam itu misalnya: 

Sebelum saya islam saya orang jawa, Islam saya islam nusantara, dll, atau penyudutan pilihan pertanyaan: pilih Alqur'an atau Pancasila?

Alhamdulillah. Hal tersebut di atas. merupakan kekonyolan pemikiran yang sudah lama berlalu.  Pertanyaan pilihan tersebut sudah melanggar konstitusi karena berpotensi memecah masyarakat. Sementara norma dasar negara Indonesia berbeda dengan Jepang. Norma Dasar Negara Indonesia lahir dari norma agama dan kitab suci, dari mana datangnya pertanyaan yang memojokkan kaum beragama khususnya kaum muslimin ini berasal? Jika bukan dari pemahaman komunisme?

Dalam sejarah, Islam bukan pengkhianat.

Islam yang benar, pasti nasionalis. Dibuktikan dari pejuang-pejuang pahlawan kemerdekaan kita adalah lebih banyak kaum muslimin. Ada bung Tomo, ada bung Hata, Jendral Sudirman, dan sederet nama pahlawan nasional dari kalangan musim, yang selama ratusan tahun berjuang melawan kolonialisme penjajah Belanda. 

Lalu sekarang tiba-tiba ada anak kecil kemarin sore, mempertanyakan Islam yang mereka bahasakan sebagai kadrun menjadi pengkhianat bangsa? Dipetanyakan nasionalismenya? Bukankah lucu?

Kecintaan ada yang hakiki, ada yang imitasi

Kecintaan pada kesukuan, daerah, chauvinistis tidak boleh overdosis. Pula tidak bisa membabi buta atas nama membela negara. Dia hanya mungkin terlaksana apabila berlandaskan pada asas keadilan, dan kebebasan beribadah.

Dalam hal ini, saya juga tidak hendak mengadu domba antara agama dan negara. Indonesia sudah merupakan negeri yang aman dan nyaman untuk beribadah, dan ini merupakan nikmat dari Allah yang tak terbantah. Boleh juga dicontoh negeri-negeri tetangga.

Tapi cobalah anda bayangkan, jika minoritas Kristen, atau Hindu di Indonesia, dipaksa-paksa, dihalangi ibadahnya, dihancurkan pure dan gerejanya. Masih maukah mereka bertahan dan mau mempertahankan negerinya jika diserang asing? Atau bertanyalah pada muslim minoritas Rohingya, muslim Uighur, Masih adakah rasa nasionalisme mereka untuk berjuang, bertaruh nyawadalam membela negara mereka "tercinta"? 


 
Shogun katana (courtesy of bukalapak)